Awal Ramadan 2023, NU-Muhammadiyah Berpotensi Sama

Cara Melihat dan Mengamati Hilang

PORTALBANUA.CO.ID - JAKARTA


Peneliti Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin menyebut adanya potensi kesamaan awal bulan Ramadan antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) pada Tahun 2023 ini. 

 

Adapun, berdasarkan pengamatan, awal bulan Ramadan akan jatuh pada 23 Maret 2023. "Hal itu disebabkan karena saat Maghrib 22 Maret 2023 di Indonesia, posisi bulan sudah memenuhi kriteria baru mabims dengan tinggi minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat," ucap Thomas dalam keterangan resmi, seperti dilansir medcom.id, Jumat (17/3/2023). 


Di sisi lain, Ia menyebut adanya potensi perbedaan terkait Idul Fitri 1444 Hijriah. Hal ini disebabkan karena pada Maghrib 20 April 2023 ada potensi di Indonesia belum memenuhi kriteria baru MABIMS, yaitu tinggi minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. Sehingga Muhammadiyah akan berlebaran pada 21 April 2023, sementara NU pada 22 April 2023. 

 

Baca Juga: Kemenag - Univeristas Indonesia Susun Mitigasi Layanan

 

Ia mengakui, perbedaan terkait dengan penentuan awal Ramadan dan Idulfitri masih sering diperdebatkan saat ini. 

 

“Perbedaan itu muncul bukan karena metode hisab dan rukyat. Tapi karena perbedaan kriteria,” bebernya. 

 

Kriteria yang digunakan Muhammadiyah sebagai penentu Ramadan dan Idulfitri ialah wujudul hilal, jelasnya, sementara yang digunakan Nahdlatul Ulama (NU) dan beberapa ormas lain ialah imkan rukyat atau visibilitas hilal. 

 

"Penentuan awal bulan memerlukan kriteria agar bisa disepakati bersama. Rukyat memerlukan verifikasi kriteria untuk menghindari kemungkinan rukyat keliru. Hisab tidak bisa menentukan masuknya awal bulan tanpa adanya kriteria. Sehingga kriteria menjadi dasar pembuatan kalender berbasis hisab yang dapat digunakan dalam prakiraan rukyat," tambahnya. 

 

Baca Juga: Trik mencuci beras, nutrisinya tidak hilang dan tidak cepat basi setelah jadi nasi

 

Sebab utama terjadinya perbedaan penentuan awal Ramadan, Idulfitri dan Iduladha, sambungnya, terus berulang, akibat belum disepakatinya kriteria awal bulan hijriyah. 

 

"Prasyarat utama untuk terwujudnya unifikasi kalender hijriyah, harus ada otoritas tunggal," ujarnya. 

 

Otoritas tunggal akan menentukan kriteria dan batas tanggalnya yang dapat diikuti bersama. 

 

Baca Juga: Kemen LHK Ajak Bergerak Sukseskan Pengendalian 

 

Sedangkan kondisi saat ini, otoritas tunggal mungkin bisa diwujudkan dulu di tingkat nasional atau regional. 

 

“Penentuan ini mengacu pada batas wilayah sebagai satu wilayah hukum sesuai batas kedaulatan negara. Kriteria diupayakan untuk disepakati bersama," imbuhnya. (ad/tim/brt) 

Follow Google News Portal Banua dan Ikuti Beritanya 




 

0 Komentar